Do'a ku

Selasa, 26 April 2011

| | | 0 komentar
Tuhan izinkan aku bercerita padamu.

Tuhan yang maha membolak-balikan rasa, teguhkanlah hatiku. Jangan biarkan perasaan ini terlalu lama terombang-ambing. Jauhkanlah aku, temanku, terutama keluargaku dari fitnah yang keji. Aku senang berada dalam masalah, tapi jangan biarkan masalah ini menjalar ke semua aspek dalam hidupku. Tegakanlah langkahku.

Tuhanku, hanya Engkau-lah yang mampu membantu menyelesaikan semua masalahku, termasuk masalah ini. Bukakanlah para hati yang tertutup. Terangilah para hati yang gelap. Kuatkanlah para hati yang lemah. Sembuhkanlah para hati yang sakit. Hidupkanlah para hati yang mati.

Jika kemarin adalah pengalaman, hari ini adalah perjuangan, esok adalah harapan, lusa adalah misteri maka izinkan aku untuk menikmati setiap proses hari ini, smoga bermanfaat untuk umat dan masa depan.

Amin... Selanjutnya..

"Biasaaaaaa"

Minggu, 27 Maret 2011

| | | 0 komentar
Disuatu tempat, yang entah waktunya kapan, saya lupa, pernah terjadi dialog seperti ini,

“Hei, dari mana?”
“Ah, ini, biasaaaaaaaa.”
“…”

Atau juga dialog seperti ini,
“Eh, mau kemana?
“Iniiiiiiiiii, biasa.”
“…”

Jawabannya lucu. HAHAHAHA. Mereka pikir seolah-olah saya itu tau kemana mereka akan pergi, dari mana mereka datang. Mereka pikir saya dukun? Saya nanya kan saya gak tau. Tapi sebelumnya, izinkan saya untuk tertawa lagi sebelum melanjutkan tulisan ini. HAHAHAHAHA. HAHAHAHA. HAHAHAHA.

Sebenarnya masih banyak lagi dialog seperti itu, tapi saya sudah terlalu lupa untuk mengingatnya. Anda pun pasti pernah berada dalam “scene” seperti tadi kan? Konyol kah bagi anda? Oh, atau anda memang pengguna jawaban seperti itu? Yang ketika ditanya akan menjawab, “Biasaaaaaaaaa.”?

Pertama, saya ingin tau motif mereka menjawab seperti itu apa? Sebegitu pentingnya kah untuk diberitahukan pada saya? Sebegitu rahasianya kah sehingga saya tidak boleh tau?

Kedua, saya tidak kecewa mendapat jawaban itu, malah bagi saya itu sangat menggelikan. HAHAHA. Sok penting, lu.

Ketiga, mungkin saya juga pernah menjadi pengguna jawaban itu, maka dari itu saya meminta maaf atas jawaban saya yang konyol itu.

Keempat, mari kita hentikan jawaban konyol seperti tadi. Mari kita buat gerakan “STOP Menjawab Biasaaaaa Ketika Ditanya Orang.” Jawablah apa adanya, kalaupun itu terlalu rahasia untuk diumbar ke publik, carilah cara lain untuk menjawabnya. Jangan menjawab, “Biasaaaaaa.”

Kelima, agar tulisan ini barokah, kita akhiri tulisan ini dengan bacaan hamdallah, “Alhamdulillah hirrabbil’alamin.”
Selanjutnya..

Pelari dan Bapaknya

Sabtu, 26 Februari 2011

| | | 0 komentar
Ada sebuah kisah nyata yang sangat menyentuh hati dan memberi pelajaran bagi mereka yang menggunakan akal dan hatinya. Singkat cerita, ada sebuah kejuaraan lari 400 meter di Barcelona Summer Olmpics. Diantara pelari yang berlomba disana, ada seorang pemuda keturunan kulit hitam bernama Derek Redmond yang diunggulkan memenangkan lomba tersebut.


Bukan tanpa sebab ia diunggulkan, tapi karena memang ia berlari begitu kencang. Ia berlari dan terus berlari hingga tak terasa garis finish pun terlihat begitu dekat. Namun, kekecewaan datang sekitar 250 meter dari finish. Tiba-tiba ia berjalan tertatih-tatih, terlihat dari tampangnya ia sangat kesakitan. Rupanya, cedera hamstring merobeknya. Larinya pun perlahan melambat dengan tertatih-tatih dan kemudian jatuh ke tanah... kesakitan.


Ia tertunduk meratapi kekalahannya. Mukanya sangat jelas memperlihatkan ekspresi kekecewaan. Sesekali bahunya berguncang, menahan tangisan dan amarah yang bercampur. Tim medis dan pembawa tandu pun segera menghampirinya. Tapi Si Pelari itu tidak ingin diangkat keluar lintasan. Meskipun sakit, dia berdiri dan mulai berjalan pincang sepanjang trek. Spontan, tim medis dan para penonton yang ada disitu tercengang melihat Si Pelari.


Dengan terpincang-pincang, dia terus berlari, sembari menahan sakit yang amat luar biasa yang menimpa kakinya itu. Lalu, seorang pria besar melalui kerumunan orang-orang yang ditahan oleh keamanan disitu menghampiri Si Pelari Pincang. Pria itu ayahnya. "Kamu tidak perlu meneruskan ini," ia mengatakan kepada anaknya sambil menangis. "Saya harus lakukan," Sang Anak menegaskan kepada bapaknya. "Baiklah kalau begitu," jawab ayahnya, "kita akan menyelesaikan ini... bersama-sama!" Sang Ayah memeluk anaknya dan membantunya berjalan pincang melintasi trek itu.


Sang Anak menangis diatas bahu ayahnya. Ayahnya pun pasti ingin menangis, tapi dia tetap tegar. Sama seperti ayah kita bukan? Yang selalu terlihat tegar dihadapan kita? Padahal di balik tegarnya itu tersempil rasa lain, rasa haru. Ayahnya terus menyemangati dan membantunya. Terus meyakinkan anaknya, bahwa dia bisa! Tim medis menghampiri mereka, tim medis menyarankan agar menyudahi semua itu. Tapi ayahnya dengan tegas berkata, "DIAM dan TUTUP MULUTMU!!"


Sesaat sebelum garis finish ayahnya melepaskan sang anak dan sang anak itu menyelesaikan lomba... dengan tepuk tangan meriah dari 65.000 kerumunan penonton. Derek Redmond mungkin tidak menjadi yang pertama... tetapi ia berhasil menyelesaikan perlombaan! Meskipun dengan sakit, meskipun dengan air mata... ia bertekad untuk menyelesaikan semuanya. Dimotivasi oleh cinta yang begitu kuat dari seorang ayah yang mengangkat dia ketika dia jatuh.


Apa yang membuat ayahnya melakukan itu? Meninggalkan kursinya lalu berdiri dan menemui anaknya pada lintasan? Itu karena rasa sakit di wajah anaknya. Anaknya yang sedang kesakitan... tetapi ingin menyelesaikan perlombaan. Lalu, ayahnya datang untuk membantu dia menyelesaikan semuanya.


Tuhan pun sama seperti itu. Ketika kita sakit dan berjuang untuk menyelesaikan, ia pasti datang dan membantu kita. Itu pasti!!! Bagaimana dengan anda? Bagaimana dengan "perlombaan" anda? Apakah Anda dalam kesakitan? Apakah Anda di ambang berhenti? Tuhan ingin anda untuk menyelesaikannya dengan kuat... karena Dia mencintai anda. Apakah anda membuka hati anda padaNya?

Renungan untuk pemilik akal dan hati...
Selanjutnya..

Dari Aku Untuk Saya

| | | 0 komentar
Siapa designer terhandal??

Siapa arsitektur ter-detail??

Siapa sutradara terpercaya??

Siapa pengintai terlihai??

Siapa? Siapaaaaaaa?!! Jawab!!!




Apa bedanya engkau dengan kambing? Apa bedanya engkau dengan keledai? Cuma satu yang membedakanmu, kau punya akal. Oleh karena itu, BERFIKIRLAH!!! Kalau kau masih belum tau jawabannya, belajar agama lagi saja kau!!




Kau lupa dengan tuhanmu? Kau sengaja melupakannya? Atau tidak sengaja? Ah, tetap saja kau telah lupa padanya. Padahal Dia tak pernah sedetik pun lupa padamu. Dia selalu melihat apa yang kau lakukan, mendengar apa yang kau ucapkan, mengetahui apa yang kau niatkan. Semut hitam yang berjalan dimalam hari diatas batu hitam pun tak pernah luput dari pandangannya. Apalagi kau, yang hanya seonggok tulang terbalut daging.




Lihat sekelilingmu, banyak bukti kuasanya. Betapa buah pisang sangat sempurna Ia ciptakan. Daging yang lembut dan dibalut dengan cangkang agar dagingnya selalu bersih. Sanggat sempurna. Buah salak, begitu sempurnanya buah itu. Tuhan sengaja memberi cangkang dengan duri-duri kecil agar kita selalu hati-hati. Selain itu dagingnya dilapisi plastik karya tuhan yang dijamin tanpa bahan tekstil atau apalah yang membahayakan. Durian pun sama sempurnanya dengan pisang. Tuhan tidak salah men-design pisang dan durian. Tuhan tidak terbalik menempatkan cangkang untuk pisang dan cangkang untuk durian. Maka, nikmat tuhan mana yang engkau dustakan?




Apa yang kau bawa saat kau pertama kali melihat dunia? TIDAK ADA!!! Kau tak pernah membawa apa-apa. Begitupun saat kau mati. Kau tak akan bisa membawa apa-apa. Kita tak pernah menanam apa-apa, dan kita tak kan pernah kehilangan apa-apa. Jadi, mengapa kau selalu bermuram durja ketika sesuatu yang kau miliki telah tiada? Semua yang ada didunia ini adalah milikNya. Ragamu pun bukan milikmu. Kenapa harus sedih? Apakah dengan bersedih semua akan kembali lagi? TENTU TIDAK. 3 hal yang tak bisa kembali; waktu yang berlalu, kata yang terucap, dan moment yang terlewatkan. Lalu, mengapa kau harus menangis, karna tangisanmu tak kan merubah apapun. Kecuali, DO'A dan DZIKIRMU!!! Lebih efektif mana, menangis dengan berdo'a? Bersedih dengan berdzikir? Kau lupa, mintalah bantuanNya. Bukankah Dia maha pengasih lagi maha penyayang? Waktumu terlalu sayang dihabiskan hanya untuk menangisi sesuatu yang bukan milikmu. Satu-satunya hal yang kau miliki adalah AMAL dan DOSA. Kedua itu murni hanya milikmu. Maka wajar kau bersedih saat amalmu berkurang. Wajar pula kau menangis saat dosa mu bertambah.




Tugasmu didunia sebenarnya tidak banyak, cukup lakukan apa yang diperintah dan jauhi apa yang dilarang. Hanya itu. Kenapa harus mengharapkan prestise dari makhluk bernama manusia? Kenapa perlu meminta perhatian dari makhluk bernama manusia? Kenapa ingin dicintai oleh makhluk bernama manusia? Kenapa? Kenapaaaaa!!! Cukup tuhanmu yang memberikan prestise dan perhatian, juga rasa cintanya untukmu.




Gunakanlah akalmu itu. Bersandarlah hanya padaNya. Lakukanlah semua dengan niat mencari RidhoNya, maka kebaikan dunia akan kau dapat, jika didunia tidak kau dapatkan, pasti diakhirat. Itu pasti. Tuhan bukan pembual!!!




Tulisan ini hanya aku persembahkan untuk saya
Selanjutnya..

Surat Untuk Kawan

Rabu, 16 Februari 2011

| | | 0 komentar
Untukmu, Kawanku

Kawan,
Kenapa kau sering menjumpaiku ditengah jalan?
Rindukah engkau padaku?

Kawan,
Kenapa tidak nanti saja ketika aku sampai tujuan?
Sebegitu rindukah engkau padaku?

Kawan,
Sungguh aku senang akan kedatanganmu
Tapi kekasih dan keluargaku pasti cemas atas perjumpaan kita

Kawan,
Terkadang suaramu begitu menyeramkan
Tapi terkadang juga begitu menyejukan

Kawan,
Bersikap ramahlah padaku
Pastinya pada dunia juga

Dari aku,
Pria berkuda besi hitam
Yang diguyur hujan
Selanjutnya..

Reuni 4 Sekawan

Kamis, 03 Februari 2011

| | | 0 komentar
Disini. Ya, Disini. Dimana matahari yang terkadang kurang bersahabat denganku tidak mungkin muncul. Karena aku disini sedang bersama malam. Aku tidak sendirian. Setidaknya ada 3 kawanku disini. Sekalian ajang reuni bagi kami. Aku, Kopi Hitam, Eddie Vadder, dan Hujan. Kami berempat menghabiskan malam dengan obrolan yang santai.



Kopi Hitam bertanya padaku, "Kemana aja?"

"Ada", aku jawab santai.

"Kau rindu aku yah? Rindu pertemuan ini?", Hujan bertanya dengan nada percaya diri dan sedikit narsis.


Tidak langsung ku jawab. Aku menarik nafas dalam-dalam lalu memandanginya, dan mencoba menjawab jujur, “I'm really miss this time”.


Mereka terlihat senyum, mungkin mereka merasakan apa yang kurasakan. Lalu hujan bertanya lagi, "Kenapa baru sekarang kau menemui Eddie Vadder?"

"Iya, kenapa baru sekarang kau menemuiku?”, yang dibicarakan pun ikut nimbrung.

"Mungkin baru sekarang waktunya.” Aku mulai membeberkan kerinduan, “Hmm, aku tak mau malam ini habis.”

“Ingatlah kawan, dimana ada siang pasti ada malam. Ada naik pasti ada turun. Ada awal pasti ada akhir. Pertemuan kita ini pun pasti akan berakhir”, Kopi Hitam bicara dengan bijak menasehatiku. “Aku pun akan tidak panas lagi dan akan habis", dia melanjutkan.

Dengan tampang yang sedikit mengeluh Hujan meneruskan, “Aku pun akan pergi lagi, tidak selamanya aku ada disini”

"Benar juga, tak ada yang abadi. Tapi sudikah kalian menemaniku sampai malam ini berakhir? Setidaknya sampai aku terlelap?"

"SIAP!!" Mereka bertiga serentak menjawab.



Kami banyak bicara tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan. Hingga tak terasa matahari akan kembali bertugas dan rasa kantuk pun mulai mendatangiku. Ku rebahkan badan dikasur tanpa pamit pada Kopi Hitam, Hujan, dan Eddie Vadder. Si Kopi pun sudah dingin dan tersisa ampasnya saja. Sang hujan dengan perlahan mulai pergi dan menghilang. Mungkin hanya Eddie Vadder yang akan setia menemaniku. "Sudah, tutup matamu. Aku tak kan pergi sebelum baterai ini habis", Eddie Vadder rupanya tau maksudku yang sudah mengantuk ini.

"Kurasa teman kita ada yang tidak datang?", aku bertanya padanya.

"Siapa?"

"Rokok"

"Sudahlah, matahari sebentar lagi tiba"

"Eddie?"

"Apa?"

"Terima kasih yah"

Eddie Vadder tak menjawab. "Eddie?”, tanyaku lagi.

"Apa?"

"Sampaikan rasa terima kasihku juga untuk Kopi Hitam dan Hujan, katakan pada mereka bahwa aku senang malam ini. Salamkan juga salamku untuk Rokok."

"Iya. Sekarang, segeralah kau tidur."

"Eddie?"

"Apa lagi?"

"Kapan kita bisa reuni seperti ini lagi?"

".....”

"Ya sudah, aku tidur"
Selanjutnya..

Dialog di Hati

Rabu, 02 Februari 2011

| | | 0 komentar
Mr. Lie sudah bersiap dengan segala persiapan dan sejuta kata-katanya, dengan penuh percaya diri dia segera menegakkan tubuh lalu mulai melangkahkan kakinya. Perlahan namun pasti, dia mulai mendekatiku. Di tengah jalan dia dihadang oleh Mr. Trust. Terjadi dialog diantara mereka. Aku tak begitu mengerti apa yang mereka bicarakan:



Mr. Trust : "Mau kemana kau?"

Mr. Lie : "Aku ingin datang padanya."

Mr. Trust : "TIDAK BOLEH!! Mulai sekarang menjauhlah darinya."

Mr. Lie : "Apa pedulimu? Ini bukan urusanmu. Ini kesenanganku."

Mr. Trust : "Kesenangan bagimu adalah luka baginya. Karena sebenarnya yang diharapkan dia adalah aku, bukan kau!!"

Mr. Lie : "Buktinya, dia senang dengan kedatanganku."

Mr. Trust : "Dia mungkin bisa kau datangi, tapi nuraninya tak pernah menginginkan hadirmu. Jadi, akan selalu ada kegelisahan ketika kau bersama dia."

Mr. Lie : "Hmm, aku hanya ingin menyenangkan dia saja koq."

Mr. Trust : "Kalau kau ingin menyenangkan dia, silahkan jauhi dia, biarkan aku bersamanya. Percayalah, hanya aku yang dapat memberikan ketentraman jiwa."

Mr. Lie : "Kalau begitu, bolehkah jika sesekali aku menghampirinya karena rindu?"

Mr Trust : "TIDAK!!"

Mr. Lie : "Walaupun aku rindu?"

Mr. Trust : "TIDAK BOLEH!! Ini demi kebaikan dia."

Mr. Lie : .....



Entah apa yang mereka bicarakan hingga Mr. Lie tidak jadi menghampiriku. Aku tak tau apa yang mereka bicarakan karena aku tidak mendengar pembicaraan mereka.
Selanjutnya..

Untuk "Mereka", "Kalian", "Itu", "Dia", dan "Nya".

Selasa, 01 Februari 2011

| | | 1 komentar
Salah satu alamat hidup yang ingin aku singgahi adalah jalan kebebasan. Kebebasan yang hakiki. Dan apabila aku kesana, berarti aku harus berada di wilayah kenikmatan. Kenikmatan dan kebebasan itu memang terkait tapi tidak saling mempengaruhi. Karena nikmat belum tentu bebas dan bebas belum tentu nikmat. Sebelum menuju ke jalan kebebasan itu, aku harus sudah berada diwilayah kenikmatan.



Banyak cara menuju wilayah itu, salah satu caranya adalah dengan mensyukuri apa yang telah diberi, apa yang telah terlewati, dan apa yang akan dihadapi. Mungkin aku belum sampai disana karena aku kurang atau lupa untuk mensyukurinya. Dan berterima kasih merupakan bentuk syukur.



Oleh karena itu aku ingin mengucapkan banyak terima kasih untuk "mereka". "Mereka" yang dulu pernah sepermainan denganku. Pernah merasakan masa jaya bersama saat putih-merah begitu dibanggakan. Pernah sama-sama berada disaat masa depan tak pernah dihiraukan. Pernah mencoba untuk "nakal" tapi tidak untuk menjadi "berandal". Pernah berkelahi denganku, walaupun sebenarnya masalah itu sepele. Dari sinilah cikal bakal cerita perjalanan hidup ini dimulai.



Selain "mereka", aku juga ingin dan seharusnya mengucapkan terima kasih untuk "kalian". "Kalian" yang pernah sejalan dan searah. Pernah selangkah dan seirama. Pernah membangunkan jiwa berontak ini. Berontak dari aturan. Berontak dari norma. Berontak dari ketidakadilan, walaupun kita sendiri sering membuat ketidakadilan itu. Baru kali ini aku menangisi sebuah kebersamaan. Menangis karena terharu terhadap kebersamaan ini. Belum pernah sebelumnya ini terjadi dalam hidupku. Aku rindu masa-masa itu. Aku tau, kalian pun sama. Walau tampak linu tapi rindu ini tak bisa dipungkiri. Masa putih-abu menggores warnanya sendiri dalam perjalanan ini untuk ku, pastinya untuk kalian juga. Terima kasih juga untuk "kalian" yang sekarang seperjuangan denganku mencari apa yang biasa disebut jati diri.



Rasa terima kasih ini pun harus saya berikan untuk "itu". Untuk "itu" yang berdiri tegap disana. Yang telah memberikan pelajaran kehidupan yang teramat berharga. Dan setidaknya mulai mengerti akan arti perjuangan. Perjuangan bukan hanya kata. Tindakan pun belum cukup jika tidak diiringi dengan mental yang sekuat baja. Pada gelapnya aku harus menerangkan hati. Pada dinginya aku harus menguatkan diri. Pada tingginya aku harus merendahkan hati. Pada indahnya aku harus bersyukur. Terima kasih karena engkau berdiri dengan gagahnya disana.



Selain itu aku harus juga berterima kasih pada "dia". "Dia" yang menjadi saksi hidup dalam perjalanan hidup ini. Dari aku yang dulu berlumur dan dilumuri dengan noda dosa, hingga sampai saat ini aku yang mulai membersihkan noda-noda itu. Sungguh hina dan tak tau malu ketika aku berani melupakannya untuk tidak berterima kasih. Terima kasih telah melihatku. Terima kasih telah memandangku. Terima kasih telah mendengarku. Terima kasih telah melarangku. Terima kasih karena telah menerima keegoisan dan ke-aku-anku. Aku perlu banyak belajar darimu tentang arti ketulusan yang sejati. Dirimu sudah sendirinya terpahat di satu sisi hati ini. Dan akan selalu ku jaga dan rawat pahatan itu.



Sampai aku berada di titik ini, aku takkan pernah berjalan sampai sini tanpa izin dari "Nya". Pada "Nya" lah harus ku curahkan semua rasa terima kasih ini. Terima kasih telah memberi kedua tangan yang kuat. Terima kasih telah memberi kedua kaki yang kokoh. Terima kasih telah memberi kedua mata yang indah. Terima kasih telah memberi kedua telinga yang sempurna. Terima kasih telah memberi satu mulut dan hidung yang fungsional. Terima kasih juga telah memberi raga yang tegap dan hati yang tegar. Terima kasih telah membawaku kembali ke jalanMu. Mudah-mudahan Engkau selalu menuntunku. Dan aku sangat bersyukur karena telah diberi seorang ibu yang tak pernah hentinya menyayangiku. Juga sesosok ayah yang tak kenal lelah berjuang untuk keluargaku.



Terima kasih untuk diriku...



Terima kasih untuk segalanya.
Selanjutnya..

Jawabannya, Ada Di Sana!

| | | 0 komentar
"Ada apa sih di gunung, sampe orang-orang begitu niat bawa tas yang besar-besar dan berat dipunggungnya, jalan sebegitu jauhnya dengan beban yang berat, melewati jurang yang curam, suasana yang gelap dan mencekam, ditusuk-tusuk dinginnya malam dan kabut?"

Ada yang bilang, dipuncak gunung tumbuh bunga abadi, bunga yang hanya bisa tumbuh dipuncak gunung. Namanya bunga Edelweiss. Tapi saya ragu, apakah hanya karena bunga tersebut banyak orang yang rela "menyiksa" dirinya untuk mencapai puncak gunung?. Lalu ada yang bilang, pemandangan diatas gunung itu sangat luar biasa. Matahari terbit terlihat sangat indah jika kita berada dipuncak gunung. Saya tetap ragu, apakah keindahan matahari terbit itulah yang menjadi alasan mereka?

Walau engkau mencari jawaban atas pertanyaan itu, sekalipun dari orang yang pernah kesana, pasti jawaban itu tidak dapat memuaskan hatimu. Hingga suatu ketika kau harus merasakannya sendiri. "Kau tak akan pernah tau nikmatnya suatu masakan jika kau tidak pernah melahapnya."

Hal ini pun berlaku pada saya, setelah melewati jalan setapak menanjak, hujan yang turun menemani jejak langkah kaki, perasaan menyerah dan berfikir untuk kembali turun yang selalu menggoda, menggigilnya badan karena dingin yang luar biasa, serta banyak lagi perasaan lainnya yang tak bisa saya ungkapkan. Akhirnya saya bisa merasakan apa yang selama ini membuat saya penasaran.

Tapi bukan mencapai puncak, lalu melihat bunga edelweiss dan matahari terbit yang membuat saya merasa puas dan senang. Ada perasaan lain yang ternyata lebih memuaskan mengisi rongga dada saya. Betapa saya, dengan segala kekurangan dan kelemahan, berbekal tekad, kemauan dan persiapan perbekalan. Merenung ditengah rimba raya, menikmati rasa takut, mensyukuri ciptaan - Nya, mengambil hikmah dari tiap hembusan nafas yang terengah. Mengambil pelajaran dari tiap langkah kecil yang saya ayunkan. Banyak pelajaran besar yang saya ambil dari perjalanan kecil tersebut.







Terima kasih Tuhan atas kesempatannya...



Terima kasih atas alam yang telah Engkau ciptakan...



Terima kasih atas banyak ilmu yang Engkau simpan didalamnya...



Mari Mendaki!!!
Selanjutnya..

Go to Hell

Minggu, 30 Januari 2011

| | | 0 komentar
Ahahaha, makhluk asing ini mulai aku kenal kira-kira tahun 2005-an atau mungkin ketika aku kelas 3 sma. Benda apaaa ituuu? Sungguh tak tertarik aku pertama mengenalnya apalagi lebih jauh seperti sekarang. Aku mencobanya karena alasan yang biasa diucapkan oleh pelaku kriminal kelas teri, ISENG atau PENASARAN. Karena makhluk ini sedang naik daun saat itu.

Gengsi dong, teman-teman yang lain udah pernah nyoba tapi aku... tapi akuuu, pria idola 2012 yang digandrungi oleh lalat dan waria ini tertinggal jaman. Cara-caranya pun aku masih kaku, maklum ini biasa terjadi pada orang yang pertama melakukannya.

Lambat laun pun aku mulai pandai dan lihai. Tapi aku bosan. Aku membencinya. Aku susah melepaskan diri dari pengaruhnya. Tuhan, berikan aku kekuatan. Biarkan aku bebas. Aku tak ingin memakainya lagi. FACEBOOK IS FUCKBOOK.
Selanjutnya..

Aku, Targetku, dan Ke-pura-puraanku.

Kamis, 20 Januari 2011

| | | 0 komentar
Siang hari yang kurang cerah dan langit biru pun didominasi awan putih ke-abu-abuan. Ditemani kicauan burung gereja diatap genteng rumah, aku masih dalam posisi kaki kanan ku yang kutumpangkan di atas paha kaki kiriku. Melamunkan tentang satu mimpi dan kepura-puraanku selama ini.

Pura-pura senyum...

Pura-pura tertawa...

Pura-pura riang...

Pura-pura cuek...

Pura-pura marah...

Pura-pura... Pura-pura... Itulah aku dengan segala ke-pura-puraanku. Telah banyak peran yang ku perankan dalam sandiwara dunia ini.

Senang... Sedih... Marah... Bingung... Gusar... Risih.. Menangis... Tertawa... Tertawa dan tertawa... Dan pada akhirnya aku ingin mengakhiri peranku ini sebagai manusia yang bahagia.

Banyak yang hilang dari perjalanan hidup ini. Perjalanan menuju tujuan hidup yang tak satu setanpun tau. Kini, aku terlalu banyak diracuni oleh pikiran-pikiran yang tak penting. Pikiran yang hanya menghambat gerakku saja. Dan racun itu telah membatu.

Aku harus kembali ke masa jaya itu. Masa putih-merah. Masa-masa dimana aku merasa sangat jaya. Begitu bebasnya aku saat itu. Walaupun sebenarnya penuh pengekangan dari berbagai pihak, tapi otak dan pikiranku bisa liar tak terbatas dan begitu bebas. Bagiku, masa jaya seorang manusia adalah ketika masih menggunakan seragam putih-merah. Tapi aku tak mungkin kembali ke masa itu. Mustahil!!!

Sekarang aku hanya perlu mengalir saja. Mengalir dan mengalir, hingga pada akhirnya aku menemukan sebuah titik. Titik yang selama ini aku cari. Titik kebahagian. Dari situ aku akan tau apa arti sebenarnya sebuah kebahagian dan bahagia.

Ketika aku dan pikiranku bernostalgia pada masa lalu, aku selalu punya pertanyaan tentang masa depan, "Jadi apa aku kelak?", "Bagaimana aku nanti jadinya?". Lalu setelah pertanyaan itu diajukan pada pikiranku, pikiranku menjawabnya, "Mengalirlah".

Sampai saat ini targetku satu, MAHAMERU!!! Aku telah membuat manajemen biaya, manajemen waktu, dan segala persiapan teknis dan non-teknisnya. Angan ini lebih kuat dari inginku untuk mendapatkan nilai yang baik, ataupun untuk menjadi yang terbaik. Aku sebenarnya tidak begitu tertarik untuk kuliah. Aku kuliah semata-mata untuk membuat orangtua senang, dan tidak membuatnya kecewa LAGI.

Kita lihat, apakah tahun ini aku jadi berada dipuncak itu? PUNCAK MAHAMERU! Aku berjanji, perjalanan itu akan kulukiskan dalam untaian kata. SEMOGA!!!
Selanjutnya..

Kuliahan

Selasa, 07 September 2010

| | | 0 komentar
Sekarang, tanggal 6 september 2010, tepatnya jam 9 malam lebih 28 menit lebih 2 detik, 3 detik, 4 detik, 5 detik, …, …, tampaknya harus disudahi?

Kali ini saya belum mendapatkan hal-hal bodoh yang ada dari dalam diri saya. Entah karena sekarang saya telah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik atau mungkin karena saya terlalu bodoh sehingga untuk menemukan hal bodoh pun saya tidak bisa dan masih tetap tampak bodoh. Ah, masa bodooooh.

Jadi buat kesempatan kali ini saya gak akan mengumbar dulu cerita-cerita bodoh tentang saya dan di sekitar saya. Sebagai gantinya, saya akan bercerita tentang pertemanan saya di masa perkuliahan.

Saya kira gak perlu untuk menyebutkan nama teman-teman saya satu per satu, soalnya terlalu banyak dan saya pun gak ingat semua namanya. Untuk angkatan saya, ada 100 lebih manusia-manusia yang mendarat di jurusan PENDIDIKAN EKONOMI.
Karena terlalu padat, kami pun di pisah menjadi 2 kelas. Hal ini sedikit melegakan juga, soalnya kalo dijadikan 1 kelas, saya gak tahan. Ada yang bau mulut. Ada yang bau badan. Ada yang bau kentut. Dan semua menjadi satu dalam satu kelas sebanyak 100 lebih mahasiswa. Lama-lama indra penciuman saya bisa rusak.

Saya dan 56 teman yang lainnya menjadi kelas A, dan sisanya di kelas B. So, saya akan bercerita sekitar kelas A dulu saja. Dan buat kali ini pun saya kira gak perlu untuk disebutkan namanya satu persatu.

Sudah 1 tahun kami menjalani pertemanan ini. Tapi sayang, sampe saat ini pun saya masih merasa jauh dengan mereka. Terlalu banyak para rasis yang membentuk kelompoknya sendiri-sendiri. Sehingga wajar, ketika ada waktu kosong banyak terlihat kubu-kubu yang memisahkan diri.

Waktu SD, saya pernah pindah sekolah ketika kelas 5. Dan baru beberapa hari pun kami sudah akrab, dan benar-benar dekat. Tapi beda jauh dengan kuliah, sudah 1 tahun tetap saja masih merasa asing. Mungkin kita terlalu jaim atau udah punya kesibukan masing-masing yang biasanya menjadi alasan yang terampuh.

Saya merasa ada yang janggal di sini. Merasa harus ada yang di perbaharui. Saya ingin masa kuliah ini gak hanya sekedar melintas dalam perjalanan hidup saya. Setidaknya saya ingin membuatnya berbekas.

Sampe saat ini saya belum menemukan cara yang terampuh untuk membuat kita seirama, satu gerak satu langkah. Entah karena sifat-sifat yang saya temui disini berbeda jauh dengan yang sebelumnya atau mungkin saya yang bodoh untuk memikirkan hal ini.

Mungkin saya tidak pernah dirindukan oleh mereka. Tapi satu hal yang pasti, saya akan merindukan dan tetap mengingat mereka.
Selanjutnya..

Telor Asin

Jumat, 03 September 2010

| | | 1 komentar
Udah dua tahun kebelakang ini saya menjalani bulan ramadhan jauh dari keluarga. Mau gak mau, suka gak suka, saya kudu tetep ngejalanin ini semua.

Makanan yang paling dirindu adalah KAREDOK bikinan mamah. Ya, meskipun makanan biasa tapi gak tau kenapa kalo itu dimakan di bulan puasa, apalagi yang bikinnya mamah sendiri, rasanya lebih-lebih dari gurame saus tiram ataupun udang lada hitam. Karedok bikinan mamah emang paling ajib.

Tiap buka puasa pasti karedok itu selalu ada, dan anehnya, saya gak pernah bosen ngejadiin karedok itu sebagai lauknya. Pokoknya karedok is the best.

Tapi kalo makan sahur saya gak suka makan sama karedok. Karedok cuma saya makan kalo buka puasa aja. Rasa nikmatnya berkurang kalo dimakan pas sahur.

Ngomong-ngomong sahur, entah beberapa hari yang lalu, saya nyari warung nasi yang buka. Ternyata saya gak perlu nyari jauh-jauh warung nasi yang buka, di depan kos saya sudah tersedia warung nasi sederhana.

Karena lidah saya ini sangat selektif, akhirnya saya pun pilih-pilih makanan yang ada. You know lah, makanan di warteg-warteg kan udah pada dingin, malahan ada yang bekas kemarin terus di panasin lagi.

Saya liat makanan yang ada di warteg itu cuma tongkol, telur dadar, sayur, kentang, dan yang terakhir saya liat adalah TELOR ASIN.

Perhatian saya pun berhenti pada TELOR ASIN. Saya jadi teringat pada kejadian beberapa tahun yang lalu.

Entah saya ini masih polos, atau karena bakat tolol yang melekat pada saya, saya melakukan kejadian blunder yang mungkin gak akan pernah dilupain sama “brother-brother” yang berada di sekitar saya saat itu.

Ceritanya gini, waktu itu senior nyuruh kami buat bawa beberapa makanan dan salah satu makanan itu adalah TELOR ASIN. Seperti biasa, para senior pun mengijinkan kami untuk bertanya jika ada yang kurang dimengerti.

Nah, saat itu saya dengan begitu percaya dirinya mengacungkan tangan dan bertanya pada senior.

“Kalo telor asinnya yang matang atau yang mentah?”





Hening…







Masih hening…







Dan tetap hening sampe akhirnya semua orang yang mendengar pertanyaan saya tadi tertawa terbahak-bahak.

Saat itu saya masih bingung dengan mereka. Apa yang lucu? Apa yang mesti ditertawakan? Ada apa dengan saya? Rasa penasaran saya terjawab sudah ketika saya diberitahu,


“Semua telor asin pasti matang, TOLOL?”


Tolol? Ya, bener. Itu kata yang pas banget. Itu bukan sebuah kepolosan. Itu sebuah ke-TOLOL-an yang tidak ternilai dan tidak mendidik juga tidak berharga sama sekali tapi bukan tindakan yang tidak senonoh. Dan sampe disini saya di buat bingung oleh ketololan.
Selanjutnya..

Antara Senang dan Sedih

Senin, 23 Agustus 2010

| | | 0 komentar
Karena akhir-akhir ini saya mulai doyan nulis, segala yang saya inget di dalem kepala ini saya tulis disini. Apa aja. Mulai dari kebodohan saya, ketololan saya, dan masih banyak yang lainnya.

Termasuk hari ini.

Hari sabtu, tanggal 14 agustus 2010.

Saya gak yakin tanggal 17 agustus sekarang ada lomba panjat pinang kayak tahun kemaren. Soalnya bulan agustus ini, bulan ramadhan. Sebagai islam tulen, kita wajib buat puasa. Kalo gak tau apa itu puasa, coba search aja di google. Saya males buat neranginnya.

Oh iya, nyinggung-nyinggung soal puasa, biasanya suka ada acara buka bareng. Buka bareng temen SD, buka bareng temen SMP, buka bareng temen SMA atau sama siapa aja. Begitu juga saya. Hari ini saya ada janji buka bareng sama “brother-brother” saya.

Perasaan saya ada di antara seneng ama sedih. Senengnya, saya bisa ketemu sama “brother-brother” yang udah saya rinduin. Sedihnya, saya buka bareng tanpa pacar saya.

Saya ini bukan tipe cowo melankolis dan pandai berpuisi apalagi bikin surat cinta kayak pembantu rumah, seperti; “kalo kamu jadi amplop, aku pengen jadi prangko-nya biar kita selalu deket.” Uh, Shit Man!!!

Saya bukan cowo kayak gitu. Gak tau kenapa kalo saya maksa ngomong kayak gitu, saya suka geli sendiri ngedengernya. Saya lebih cenderung cuek sama hubungan ini. Prinsip saya soal pacaran “LET IT FLOW”.

Ini beda banget sama pacar saya yang selalu peduli sama hubungan ini. Dia selalu ngejaganya. Dia terus memupuk benih-benih keharmonisan. Dia selalu ngalah ketika saya pengen menang. Dia selalu ngingetin ketika saya salah langkah. Dia emang cewe terbaik setelah ibu saya sendiri.

Jadi ketika ada orang yang nanya,

“Mengapa kamu mencintainya?”

Saya bisa jawab,

“Kenapa saya gak mencintainya?”

Buat kali ini, saya gak akan terlalu banyak ngebahas tentang cinta. Saya belum terbiasa buat nulis tentang cinta. Saya takut tulisan saya kayak surat cinta pembantu diatas. Pokoknya buat saya, kalimat paling keren tentang cinta-cintaan dari jaman primitive sampe sekarang cuma “I LOVE YOU”

Balik lagi tentang pembahasan buka bareng.

Saya harus buka bareng tanpa pacar. Saya pengen banget bawa dia di acara buka bareng itu tapi saya takut bikin suasana brother-brother saya jadi beda. Selain itu saya takut orang-orang pada ngomong, “Kasian banget tuh cewe, kayaknya dia udah nginjek kodok deh. Liat, cowo nya kayak ayam penyakitan”







Waktu SMA sih hampir tiap hari saya ketemu dia tapi karena sekarang saya kuliah di Bandung sedangkan dia tetep di Sukabumi, intensitas pertemuan kita jadi jarang banget. Kadang seminggu kita gak ketemu, malah pernah sebulan gak ketemu. Berhubung saya orangnya cuek, masalah ini gak terlalu saya pikirin. Let it flow.

Tapi karena saya ini manusia biasa yang luar biasa tapi terkadang biasa-biasa aja, sesekali rasa rindu pun selalu datang tanpa di undang. Kalo rindu udah datang, bawaannya pengen ketemu do’i.

Nah, karena jadwal kuliah yang cukup padat, saya jarang bisa ketemu lama sama dia. Terkadang kalo pulang ke Sukabumi, saya ketemu dia cuma satu kali karena besoknya saya harus balik lagi ke Bandung.

Sekarang masalah itu terjadi lagi. Besok saya harus balik lagi ke Bandung. Minggu ini, saya baru ketemu dia satu kali. Jadi, tadinya saya pengen ngajak dia buka bareng sekalian ketemuan.

Awalnya, orang tua dia ngijinin buat ikut buka bareng tapi karena saya mempunyai kebodohan permanen, saya jadi plin-plan dan akhirnya dia gak jadi diijinin buat ikut.

Walaupun buka bareng sama “brother-brother” tadi asik banget, tapi saya tetep ngerasa ada yang kurang. Saya tetep ngerasa ada yang hilang. Saya ngerasa kurang lengkap. Tanpa adanya si pacar, saya ngerasa belum puas. Mungkin saya bisa nyalahin diri saya sendiri yang gak ada puasnya atau saya bisa nyalahin dia yang gak henti-hentinya ngasih saya rasa sayang atau saya bisa nyalahin keduanya.

Tulisan ini saya ketik sehabis pulang dari buka bareng, tapi baru saya posting sekarang.
Selanjutnya..

Mimpi Basah

| | | 0 komentar
Saya punya cerita bodoh yang menimpa diri saya sendiri. Sebenernya ini hal yang biasa aja sih. Tapi karena sekarang saya udah berumur 18 tahun, ini udah bukan menjadi hal yang biasa lagi. Ini PARAH!!!

Semua ini berawal dari mimpi. Mimpi saya ini mimpi basah. Pasti semua orang seneng kalo mimpi basah. Tapi saya gak sama sekali. Kalo tau ini bakal terjadi, saya gak akan tidur deh. Buat saya ini mimpi yang teramat menyeramkan. Saya tau deh, kalian pasti berharap banget bisa mimpi basah. Tapi buat kali ini saya bener-bener gak mau mimpi basah kayak gini.

Kejadiannya saya lupa persis jam berapa, hari apa, tanggal berapa. Tapi yang saya inget, bulan Agustus tahun 2010.
Hari itu saya laper banget. Saya keluar kamar buat nyari makan. Baru aja melangkah bentar.


JEGERRRR. Suara geledek tiba-tiba terasa banget di deket telinga.


Diam…


Hening…


Saya shock banget sama suara tadi.

Karena rasa laper yang gak bisa ditahan lagi, saya tetep keluar buat nyari makan walaupun diluar hujan gede banget.

Saya gak perlu kan cerita tentang apa yang dimakan sama saya, saya makan dimana, saya makan sama siapa? Gak usah deh yah? Soalnya inti cerita ini bukan tentang makanan.

Saya percepat aja deh ceritanya.

Sekarang masalah sama perut udah saya selesaikan. Kenyang banget. Kalian tau kan kalo udah makan terus kekenyangan muka orang itu gila banget buat diliat? Nah, begitu juga sama muka saya. Waktu ngaca, saya pengen banget nampar muka saya yang kekenyangan itu. Sumpah, gila bangetttzzzz.

Saya gak mau disangka autis gara-gara mukulin muka saya di kaca itu. Akhirnya saya sudahi ngeliat pemandangan horor itu. Sekarang saya lagi nonton tv sambil minum tiiiiit (saya sensor produknya). Udah abis minum itu, saya beli lagi terus minum lagi. Beli lagi terus minum lagi sampe saya kenyang kembali gara-gara kebanyakan minum. Tapi kali ini saya gak mau ngeliat muka saya dikaca. Saya gak mau ngeliat hal-hal yang gak diinginkan.

Gara-gara kekenyangan, saya ganti posisi dari nonton tv sambil duduk sekarang saya nonton tv sambil tiduran.

Uh, nikmat banget…

Gak kerasa saya ketiduran…

Dan bener-bener tidur…


Zzzzzz…

Nah, di dunia selanjutnya (mimpi) saya gak tau dengan jelasnya gimana. Soalnya saya lupa-lupa inget. Tapi saya inget banget ending-nya gimana. Mungkin gara-gara saya gak kencing dulu, dalam mimpi itu saya kencing.

Enak banget…

Sampe akhirnya saya baru nyadar kalo saya gak hanya kencing di mimpi aja. Kencing itu saya bawa ke dunia nyata. Walhasil, saya terbangun dari mimpi itu gara-gara saya kencing ditempat (ngompol).

Ini mimpi basah yang gak mau saya alami kembali.
Selanjutnya..

Penyakit Sialan !!!

| | | 1 komentar
Dulu, waktu awal-awal gue kuliah, gue terserang penyakit aneh. Dan gue gak mau ngerasainnya lagi. Nyiksa banget, apalagi kalo lagi di tempat umum.

Oh iya, gue belum cerita yah tentang kuliah gue? Gue kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Banyak plesetan dari UPI; Universitas Padahal Ikip. Sebelum jadi universitas, UPI namanya adalah IKIP Bandung. IKIP itu sendiri adalah Institut pencetak guru. Jaman-jamanya sebelum gue lahir, orang-orang pada gak mau jadi guru. Mungkin karena guru pahlawan tanpa tanda jasa kali yah? Tapi sekarang keadaannya beda, guru jaman sekarang pada sejahtera.

Terus ada satu lagi plesetan yang sering di denger; Universitas Paling Irit. Tau gak kenapa paling irit? Emang bayarannya paling irit. Gue bandingin sama biaya semesteran di Unpad, UPI 3x lipat lebih murah. Di UPI, satu semester bayarnya cuma tujuh ratus ribu tapi di Unpad semesterannya dua juta. Jauh banget kan perbandingannya? Sama SMA gue aja lebih mahal bayaran di SMA. Gue lupa penyebab UPI bisa murah banget yang jelas gue bersyukur. Orang ber-IQ jongkok kayak gue bisa di terima, bahkan IQ gue mendekati tiarap.

Pasti ada yang aneh yah dengan tulisan gue kali ini? Gue sengaja sok sok-an jadi anak gaool Jakarta gitu. Hahaha. Tapi udah deh, gak perlu dibahas. Kita bahas aja penyakit gue itu. Semoga penyakit ini gak menimpa yang baca.

Gue gak tau apa penyebabnya penyakit itu menghampiri pantat gue. Ya, penyakit itu diem di pantat. Kalo di bilang bisul, itu bukan bisul. Kalo di bilang bentol, itu bukan bentol biasa. Gue juga gak tau apa nama penyakit itu.

Penyakitnya berbentuk bulatan kecil dan bentol. Ciri-ciri orang yang terjangkit penyakit ini adalah tiap 5 menit sekali kudu di garuk. Soalnya kalo gak di garuk, gatelnya bukan main. Kalo penyakit itu ada ditangan atau di kaki sih gak jadi masalah, yang jadi masalah adalah penyakit itu diem di PANTAT.

Penyakit ini begitu menyiksa kalo gue lagi ada di tempat umum. Bayangin, masa gue harus garuk-garuk pantat di tempat umum? Selain gue takut predikat sebagai pria idola harus di cabut, gue juga takut ketemu sama temen terus gue salaman sama dia. Gue gak mau nyebarin penyakit ini. Cukup gue aja yang ngerasainnya.

Ini belum seberapa, kalo di tempat umum gue bisa lari dulu ke tempat yang sepi banget buat garuk-garuk. Tapi kalo lagi kuliah… mampus gue. Masa tiap 5 menit gue minta ijin keluar sama dosen cuma buat garuk-garuk doang. Emang penting sih buat di garuk, tapi gue takut dosen ngira titit gue bocor.

Solusinya, gue tahan gatel itu tiap ada kuliah. Kadang gue kesel kalo ada dosen yang lamaaaaa banget ngajarnya, waktunya udah abis tapi dia masih aja ngajar. Gue pengen ngasih tau keadaan pantat gue yang udah kronis minta di garuk itu. Tapi gue gak mau di tampar. Jadi gue mengurungkan niat buat nunjukin pantat itu.

Sekarang penyakit itu udah ilang. Pantat gue udah mulus kembali kayak pantat bayi. Gue gak perlu lari nyari tempat sepi buat garuk-garuk, gue gak perlu nahan rasa gatel kalo lagi kuliah, gue gak perlu ngatur-ngatur posisi duduk si pantat, pokoknya banyak deh manfaat setelah gue sembuh dari penyakit itu. Emang bener, sehat itu mahal. Gimana kalo penyakit itu gak ilang-ilang terus gue harus di operasi. Selain biaya operasi itu mahal, gue malu kalo ada yang nanya

“Habis operasi apa, Dek?”

Gue jawab, “Operasi pantat, bu.”







Sebelumnya gue minta maaf kalo tulisan kali ini gak pantes banget buat dibaca. Semoga setelah membaca cerita ini kalian mengalami amnesia dan melupakan cerita ini. Kalo ada yang pengen muntah, muntahin aja. Jangan di tahan-tahan.
Selanjutnya..

Plin-Plan

| | | 0 komentar
Kisah payah ini sebenarnya gak direncanain sebelumnya, ini terjadi spontan. Berawal dari niat yang ragu buat sekolah. Di akhir kelas 3, rasa malas bersekolah menghampiri kami bertiga. Kami malas untuk sekolah, tapi kami pengen ke sekolah (Bingung gak? Saya sendiri bingung loh). Singkatnya kami pengen ke sekolah tapi bukan buat belajar.

Sebelum masuk ke cerita, saya kenalin dulu tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita.



Boa, berbadan tambun. Rambut standar anak sekolahan. Kulit, hmm, gak terlalu hitam. Apa adanya. Yang jelas orangnya asik.








Aux, badannya biasa-biasa aja. Rambut juga biasa-biasa aja. Kulit, yaa, biasa-biasa aja. Orangnya, biasa-biasa juga sih tapi tetep asik.








Sedangkan saya sendiri, berbadan tipe ikan asin. Kering Kerontang. Rambut layaknya rajutan benang yang indah... indah banget sampe kalo kalian liat pengen ngejambak. Sedikit informasi, rambut saya ini bener-bener mahkota buat saya. Soalnya kalo saya botak bisa keliatan banget kalo saya punya jidat yang lebar kayak lapangan golf. Tapi menurut saya ini aset yang berharga banget. Soalnya ketika saya mengalami kesulitan ekonomi, saya bisa menyewakan jidat saya buat dipake maen golf.





















Jam setengah tujuh pagi, seperti biasanya, saya pamitan dulu sama kedua orang tua buat berangkat sekolah. Di perjalanan, saya mendapatkan “wahyu” yang gak jelas asal-usulnya dari mana. Pokoknya isi wahyu itu membuat saya gak mau langsung ke sekolah. Saya jadi tiba-tiba berbelok arah ke rumahnya Aux. Niatnya sih pengen berangkat bareng.

Sesampainya di rumah Aux, saya ngeliat ada teman saya yang satu lagi, si Boa. Badannya yang gak pantes banget kalau di bilang kecil itu lagi terbaring di sofa berwarna coklat. Saya sebenernya gak mau buka sepatu, saya tahu ini bakal menyebarkan semerbak aroma yang aneh di ruangan itu Tapi karena ngeliat mukanya Boa yang asoy tiduran di sofa, saya jadi tergoda. Tapi bukan tergoda sama Boa, saya tergoda buat tiduran di sofa.

Awalnya kami bertiga bersemangat berangkat sekolah, tapi keadaannya berubah sewaktu kami lagi pake sepatu. Kami saling bertatap mata satu sama lain. Seakan mata kami bicara, “Mending gak usah ke sekolah, mending diem aja di sini. Ngapain ke sekolah juga.”

Karena kami ini tergolong anak yang baik dan penurut, kami pun menurutinya. Kalian tau? KAMI GAK JADI SEKOLAH!!! Kami kembali melepas sepatu, dan untuk kedua kalinya ruangan itu beraroma terapi. Aroma terapi buat orang yang pengen cepet mati.
Di kamar Aux, kami saling ngeroko tapi dengan rokonya masing-masing. Roko saya di roko oleh saya sendiri sedangkan saya tidak di roko oleh siapapun. Begitu pun dengan Aux dan Boa.

Keadaan kembali berubah, kami ngeliat jam dinding yang ada dikamar. Waktu masih menunjukan jam setengah delapan pagi. Keadaan hening buat beberapa detik.

Hening…

Bener-bener hening…







Woi, mana ini teks selanjutnya?


Kemudian kami melakukan pembicaraan via mata kembali, kami saling menatap satu sama lain, kali ini mata kami seakan berbicara, “Mending kita ke sekolah aja yuk, kayaknya masih keburu deh. Kalau gak sekolah nanti kita bisa kena marah.”
Kayaknya waktu pertama tadi setan yang bisikin mata kami deh. Tapi buat kali ini, malaikat yang berbisik ke mata kami (lho, kalau bisik-bisik kan ke telinga? Kenapa ke mata?).

Jarak dari rumah Aux ke sekolah gak begitu melelahkan sih kalau naik motor atau mobil (ya iya lah, orang tinggal nyimpen pantat doang), tapi kalau jalan kaki jaraknya bikin keringet pada berkeliaran, “lumayan lah”. Kami bergegas jalan cepat ngelewatin gang yang banyak anak-anak sama ibu-ibu yang lagi bertransaksi dengan tukang sayur.

Dengan nafas terengah-engah, kami hampir tiba di sekolah. Sekarang waktu udah menunjukan jam setengah delapan lebih lima belas menit (kalau di sederhanakan jadi jam 07.45). Emang udah terlambat sih, tapi udah terlanjur basah. Akhirnya kami sepakat membulatkan tekad untuk tetap meneruskan perjalanan kami yang sangat menyiksa kaki itu. SEMANGAT!!!

Tinggal menyebrang jalan raya saja kami udah sampai di sekolah, tapi sebelum kami melangkahkan kaki lebih jauh lagi, kami melihat sesosok manusia berkemeja (tentunya bercelana juga) sedang menyilangkan tangannya di depan dadanya. Wow, he is POKEMON!!! (Pokemon adalah gelar yang diberikan para siswa kepada guru killer ini).
Sialnya, Pokemon melihat kearah kami bertiga sambil menunjuk dan berkata

“Jangan lari kalian, siniiii!!!”

Teriakan Pokemon tadi bukan bikin saya, Boa dan Aux berdiam diri. Teriakannya malah membuat kami seperti atlet lari.

Bersedia…

Siap…

Doorr… Dan kami pun berlari layaknya pelari nasional, Tatang Suriatmaja (eh, saya ngasal lho. Soalnya saya gak tau nama pelari nasionalnya. SOTOY!!!).

Melewati gang yang sama, kami berlari cepat sekali. Begitu cepatnya, semua mata tertuju pada kami. Ibu-ibu yang ada di gang itu pun “kukulutus teu pararuguh” seraya mengeluarkan sumpah serapahnya melihat kami berlari tidak terkendali.

Ternyata, Pokemon itu mengejar kami. Dia tidak kalah cepatnya. Mukanya sangat berambisi menangkap kami. Seperti singa yang gagah, perkasa, jantan, tangguh, bersayap, bertanduk (Perasaan singa gak ada sayap sama tanduknya deh?) mengejar mangsanya seekor kijang yang lemah tak berdaya.

Diakibatkan karena badan yang gak pantes di bilang kecil, langsing apalagi kurus, Boa menyerah di tengah jalan. Tapi saya sama Aux gak mau kalo Boa jadi mangsa singa itu. Soalnya Boa kan gak pantes jadi kijang, dia lebih pantes jadi gajah.

Cara terbaik supaya Boa mau lari lagi adalah dengan terus nyemangatinnya. Saya dan Aux pun terus memberikan semangat kayak ke anak kecil yang baru belajar sepeda.

“Biarkan aku saja yang menjadi korban, kalian selamatkan saja jiwa kalian, biar ku hadang dia”. Dengan nada layaknya seorang superhero itu, Boa nyuruh saya sama Aux buat tetep kabur.

“Hati-hati ya, Bo. Jaga dirimu baik-baik”

Cuma itu yang bisa saya ucapkan setelah saya mendengar kata-kata Boa yang heroik itu. Saya terharu. Hiks… Hiks… Hiks… NAJIS!!!

Akhirnya Pokemon datang dan menangkap Boa. Boa langsung di giring ke kantor sekolah, untuk diadili atas perbuatannya yang telah melanggar undang-undang persekolahan.

Keesokan harinya Boa menceritakan pengalaman horornya berada di kantor sekolah itu. Dia bersyukur karena tidak ditelanjangi atau dipukuli. Semenjak kejadian itu kami tambah malas untuk bersekolah. Tapi saya menyarankan jangan ditiru… tanpa sengetahuan ahlinya.

Ini semua akibat plin-plan. Mulai dari hari itu, saya coba buat gak plin-plan lagi. Tapi ternyata sulit. Ternyata menjilat ludah sendiri itu terkadang menjadi kebiasaan. Di hari selanjutnya, semoga saya menghentikan kebiasaan itu.

Amin…
Selanjutnya..

Prolog

| | | 0 komentar
Oke, sekarang saya mau cerita tentang hobi baru saya yang namanya “menulis”, walaupun tulisan saya ini buruk rupa dan gak enak banget buat dibaca (kalian masih untung, soalnya tulisan ini diketik, coba kalo tulis tangan… mampus) tapi saya sengaja pengen bikin tulisan ini sejelek mungkin, sampe orang-orang gak kuat ngebacanya. Bagus-bagus kalo ada yang sampe sekarat.
Kalian masih pengen baca tulisan yang ancur ini? Yuk kita kemon.

Hobi saya yang baru ini karena sedikit terinspirasi sama “ke-unik-an” dalam buku Kambing Jantan-nya Raditya Dika. Saya tekankan, hanya sedikit!!!

Saya “curhat” dulu aja deh yah? Sebenernya saya tipe orang yang males banget buat curhat-curhatan, tapi berhubung saya pengen bikin kalian illfeel, saya lanjut deh…

Jujur, pertama saya baca bukunya. Saya pengen nyiram pake air tu buku. Soalnya, apaan coba. Garing banget deh bukunya. Masa kegoblokan-kegoblokan dirinya sendiri di publish buat konsumsi publik sih? Kepikiran gak tuh bikin buku tapi ceritanya tentang kebodohan kita sendiri?

Tapi saya salut sama Raditya Dika. Dia rela merendahkan dirinya serendah mungkin buat bikin orang lain tertawa terpingkal-pingkal setelah baca bukunya.

Entah karena faktor kebetulan atau karena emang saya termasuk orang yang goblok, saya mulai terseret masuk dunianya Raditya Dika. Saya mulai menemukan keasikan. Saya mulai menemukan ke-enjoy-an. Dan pada akhirnya, Bang Radit harus berbesar hati karena harus mau dijadikan salah satu penulis favorit sama orang tolol kayak saya ini. Sekarang buat saya, Bang Radit sejajar deh sama Bang Donny pengarang 5cm dan Pidi Baiq pengarang Drunken Master.

Dan saya harus mau mengakui kalo RADITYA DIKA PENULIS FAVORIT SAYAAAAA!!!

Disini saya gak akan nyeritain tentang bukunya itu, saya kasih tau aja deh judul bukunya: Kambing Jantan, Cinta Brontosaurus, Babi Ngesot, Radikus Makankakus, dan yang terakhir baru keluar akhir-akhir ini Marmut Merah Jambu.

Jadi, “ke-unik-an” dalam bukunya Raditya Dika setidaknya udah mempengaruhi kemauan saya buat menulis. Thanks banget deh Bang Radit. Saya pengen deh ketemu sama dia, saya pengen bilang makasih secara langsung, saya pengen ngelakuin hal-hal “bodoh” bareng sama dia (eh, tapi dia mau gak yah?), sampe suatu saat saya bisa jadiin kenangan itu satu cerita.

Waktu saya baca lagi tulisan ini, sumpah, garing banget… banget… banget… Bener-bener gak enak banget dibacanya. Gak ada “feel”-nya. Tapi saya udah berhasil sama misi saya, seenggaknya udah bikin diri saya sendiri “sekarat” gara-gara baca tulisan ini.

Oh iya satu lagi, tadinya saya pengen sok sok-an anak Jakarta. Saya pengen pake bahasa “gue elo gue elo” gitu, tapi kayaknya gak pantes deh sama muka saya yang sunda banget. Berhubung saya sunda asli, tadinya juga saya kepengen pake bahasa sunda, tapi takut ada makhluk-makhluk yang gak ngerti.

Well, seperti ini lah jadinya tulisan yang saya coba belajar dari gaya bahasanya Bang Radit. Once more, thanks for making good books.

Cukup sampe disini aja deh yah “curhat”-nya?

Bye…
Selanjutnya..